Selamat datang di Sudirman Indonesia, semoga anda dapat menemukan inspirasi dari artikel yang kami sajikan

Thursday, July 21, 2011

Gila bener...

,
Sebagai seorang pegawai, saya melaksanakan beberapa ritual hidup layaknya anda lakukan setiap hari. Terkadang keluar dari rutinitas sekedar ingin mengusir kejenuhan dan kegalauan akibat berbagai kondisi yang tak kunjung berubah sebagaimana yang diharapkan.

Dalam jarak yang tidak terlalu jauh antara tempat tinggal saya dengan tempat kerja, saya sering menyaksikan kejadian-kejadian diluar kebiasaan dan kewajaran dalam perjalanan menuju tempat kerja yang serasa mengusik naluri kemanusiaan kita. Pagi ini saja terdapat  berapa keanehan yang saya saksikan ditengah
perjalanan. Pertama saya menyaksikan orang naik motor ber empat dengan badan yang tidak lagi kecil alias bongsor-bongsor. Tak satupun dari mereka yang menggunakan helm pengaman. Tidak jauh dari tempat tersebut saya menyaksikan seorang wanita setengah baya yang menurut perkiraan saya berumur 23 tahunan berdiri terpaku di pinggir jalan persis di ujung jembatan dengan hanya menggunakan cd sebagai penutup badan sementara bagian anggota badan lainnya, mboh. Sambil melaju saya berusaha mengendalikan pikiran dan menghapus memori saya dari pemandangan yang baru saja lewat. Belum tuntas usaha saya, tampak seorang lelaki juga setengah baya yang sedang menyusuri pinggir jalan tanpa mengenakan penutup badan sedikit pun. Wow, betapa sialnya saya pagi ini, ucapku lirih. Aku kembali berusaha menghapus kejadian yang barusan terjadi dari ingatan saya. Namun belum sempat menghela napas, tiba-tiba di depan saya dihadang oleh sebuah mobil bak yang isinya pasir, semen, besi baja dan segala macam bahan bangunan.

Apa yang aneh dari mobil itu? Awalnya saya tidak menghiraukannya. Namun karena mobil itu memalang dihadapan saya sambil supirnya mengeluarkan tangannya memberi isyarat pertanda mobil ini akan belok kanan. Situasi ini membuat perhatian saya terfokus pada mobil bak ini. Ala maa, mobil ini tidak tilengkapi lampu sen , lampu signing yang biasanya dinyalakan ketika hendak belok kiri kanan atau berenti. Amat punya amat, ternyata mobil ini miring bukan karena muatannya yang berat, tapi karena posisi salah satu ban belakangnya terseot-seot layaknya ban mau lepas. Mobil ini sempat tertahan lama ditengah badan jalan akibat motor yang lalu lalang kaya semut memadati bagian depannya membuat bagian kiri kanan jalan tertahan aga lama. Anda pasti faham tentang situasi macet seperti ini, ya kan? Iyalah, wong di Jakarta dan sekitarnya situasinya sama!. 

Ditengah kemacetan dan hiruk pikuk klakson yang saling bersahutan, sang supir mobil bak yang berjalan terseok-seok disertai bunyi seluruh bagian mobil kecuali klakson ini memukul-mukul bagian luar pintu mobilnya untuk meberi isyarat kepada para pengendara motor agar memberinya jalan. Ampun de, ko mobil yang kelihatan sudah tak layak jalan seperti ini masih diizinkan beredar dijalan utama ya?. Gila......

Tapi ngomong-ngomong dengan kejadian mobil ini, saya berhasil terbebas dari gangguan bayangan dua peristiwa yang saya lewati sebelumnya. Tapi.... wah ada lagi orang gila yang berbeda dari 2 kejadian sebelumnya disini. Aku kembali menyaksikan orang yang setengah telanjang melintas di pinggir jalan dengan membawa segembol barang-barang yang entah apa isinya. Wahh. Aku membatin, ko banyak sekali orang gila yaaa? Padahal perjalanan saya terbilang singkat, hanya berkisar radius 15 km. Kini pikiran saya disibukkan dengan berbagai pertanyaan seputar masalah-masalah ke”gila”an. Jangan-jangan setiap jarak yang sama terdapat orang gila yang jumlahnya juga sama!. Sebab apa dan siapakah yang telah membuat mereka gila? Siapa yang bertanggung jawab dengan orang-orang yang tidak waras ini?.

Karena pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dibenak kepala saya yang sedang bebalut helm ditengah perjalanan, tentu tidak ada orang lain yang akan mendengarkan apalagi mengharapkan jawaban, akhirnya aku jawab  aja sendiri seenak aku mau. Inilah jawabannya:

Pertanyaan “apa”, ya tentu karena kondisi fisik dan psikisnya yang lemah akibat kekurangan asupan qizi, vitamin  dan lemah iman alias frustasi yang ditimbulkan oleh kesenjangan antara harapan dan kenyataan hidupnya. “Siapa penyebabnya”, ya siapa lagi kalau bukan kita-kita yang tidak lagi perduli dengan orang lain. Akibat dari sikap cuek dan ketidak perdulian kita, kita seringkali melontarkan kata-kata pedas nan tajam yang membuat orang lain sakit hati hingga terputus syaraf-syaraf kearifannya.Kita sering memaki-maki orang lain hingga hilang rasa sensitivitas dan rasa empatinya. Kita lebih banyak menggunakan harta dan uang kita untuk membesarkan orang-orang jahat (koruptor) dengan cara menyogok untuk memperlicin rencana kita ....... ketimbang memberi perhatian orang-orang yang tengah berjuang melawan ancaman kelaparan dan depresi disekitar kita, para politikus lebih banyak mengumbar teory yang diperoleh dari Universitas-universitas ternama di dunia  yang belum tentu mampu diterapkannya di tingkat pemerintahan terkecil  negara kita yakni keluarga. 

Lihat saja sekeliling, betapa banyak orang yang memegang jabatan strategis, tapi keluarganya berantakan, tidak punya pengaruh di keluarganya bahkan tak mampu mengendalikan anak-anak-nya. Bagaimana mungkin mengharapkan orang-orang seperti ini mengurusi orang gila, mengurus orang waras saja tidak bisa atau jangan-jangan ikut gila juga namun dalam format lain.

Jika kita ingin menguji waras atau tidaknya diri kita, maka tengoklah kedalam hati kita saat kita menyaksikan orang gila tanpa busana. “Adakah perasaan malu pada diri kita” yang muncul saat melihat orang yang sejenis dengan kita sedang mempertontonkan bagian tubuh yang semestinya ditutup? Bukankah  persis sama dengan apa yang juga kita punya,paling hanya berbeda diwarna. Tapi intinya sama dengan bagian anggota tubuh yang selama ini kita pelihara dan kita manjakan, kita tutup, kita bawa ke spa untuk mendapatkan perawatan yang intensif, kita bawa ke dokter untuk mengkonsultasikan kesehatan dan keindahannya. Jika mereka dibiarkan mengumbar bagian tersebut, bukankah artinya aib kita juga akan terumbar?. Ingat, orang gila tidak punya rasa malu. Lantas apakah sebutan bagi orang yang tidak punya rasa malu itu? Jawabanya bisa dikirim via “comment box” dibagian akhir dari tulisan ini atau di “shout box” di tool bar bagian samping tulisan ini atau lebih afdalnya dijawab dalam hati saja. “Siapa yang bertanggung jawab ?”,ya pasti penanggung jawabnya adalah “orang waras”,”pemimpin waras”,negara waras”, lembaga kemanusiaan dunia yang juga waras”. Sing waras ya sing ngerti.

Meman sih dalam pasal 34 undang-undang negara kita tidak menyebutkan secara letter leks “orang gila” seperti halnya “orang miskin” dipeliharara oleh Negara. Mungkin anggota DPR kita perlu merumuskan ulang tentang bagaimana mengurus warga termasuk didalamnya orang gila atau orang yang dibuat gila oleh keadaan ekonomi, politik dan lain-lain. Atau tidak perlu lagi karena kita semua sudah gila? Ya, sepertinya kita semua sudah gila, mulai dari gila populeritas, gila jabatan, gila hormat, gila harta, gila memenangkan pemilu, gila titel dan gila-gila lainnya. Sepertinya pas dengan anekdot yang menyebutkan bahwa “Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, kita telah dipimpin oleh orang-orang “gila”. Konon dimulai dari gila perempun, gila harta, gila tehnologi, kemudian yang membuat kita gila, menyusul gila aset, gila populeritas dan terakhir gila beneran. Inilah nasib bangsa kita, inilah realita negeri kita yang baru memiliki kemampuan meyelesaikan setiap masalah dengan membuat masalah baru, yang aktor-aktor nasionalnya memainkan peran bak aktor mafia holywood. Jika terkuak masalahnya dipublik, sibuk mencari alasan yang ujung-ujungnya mencari tempat persembuyian kemudian menunggu publik lupa akan masalahnya dan muncul kembali bak orang suci dan paling benar. Gila...

Itu tadi cerita berangkat kerja, yang berikut ini adalah cerita pulang kerja. Suatu kejadian yang membuat hati miris-semiris mirisnya. Suatu sore pulang kantor seperti biasa saya melaju menuju rumah bersama kendaraan saya yang saya akui telah menyumbangkan polusi udara yang amat buruk di negeri tercinta ini. Ditengah perjalanan tiba-tiba kendaraan tersendat akibat macet yang tidak biasanya terjadi di jalan yang saya lalui selama kurang lebih 10 thn terakhir ini. Saya tau persis kondisi seperti ini adalah pertanda ada kejadian di ujung barisan kendaraan depan sana. 

Saya mencoba menerobos jalan macet  ini perlahan-lahan seperti halnya kendaraan roda dua lainnya. Mungkin juga kebiasaan nerobos ini merupakan hasil pendidikan yang telah dipertontonkan oleh para aktor-aktor negeri yang senang menerobos aturan main yang telah dibuatnya untuk memuluskan hasrat dan ambisinya. Sesaat menjelan sampai pada titik penyebab kemacetan, saya melihat kiri kanan jalan ber diri dua orang yang sedang membagi-bagikan brosur yang berisi penawaran khusus kendaraan bermotor yang disertai diskon gila-gilaan dan kemudahan yang juga gila-gilaan. “Oh ini rupanya yang membuat jalanan macet  kataku membatin. Dengan metode penjualan yang biasa-biasa saja, seperti lewat show room dan outlet-outlet yang semakin menjamur, penjualan kendaraan sudah mencapai 600 unit motor perhari & 300 unit mobil perhari, apalagi dengan cara marketing seperti ini”.  Aku lupa kalau perinsip dasar seorang marketing itu adalah membuat segalanya lancar. Ya lancar penjualan, lancar usaha, lancar dan lancar. Segera setelah saya tersadar akan hal itu, saya mulai mengamati lokasi pusat kemacetan itu, saya melewati lokasi titik macet itu dengan menurunkan dua kaki untuk menopang dan mendorong kendaran yang berjalan pelan agar tidak menyenggol kendaraan lain di sampingku. 

Aku melihat gundukan gaba ditengah jalan dengan ceceran darah diseputar gundukan yang mirip denga kandang ayam itu. Anda pasti bisa menebak apa penyebab macet yang sesungguhnya. Ternyata bukan marketing tadi yang membuat macet, tapi seseorang yang telah mengakhiri masa tinggalnya didunia ini dengan cara yang dia sendiri tidak menghendakinya. “ Inna Lillah wainna ilaihi roji’un”. Tak seorang pun yang mampu menebak kapan, dimana dan dengan cara apa ia akan mengakhiri hidupnya. Menurut cerita saksi dari kejadian itu, bahwa almarhum meninggal seketika ditempat setelah dihantam 3 mobil dengan kecepatan tinggi. Mobil pertama bablas melintas di atas tubuhnya diikuti kendaraan kedua dan kendaraan terakhir menyeret badannya hingga............... .Nauzu billah.  Lantas siapa yang gila?  Ya a a “marketing” tadi.
    

0 komentar to “Gila bener...”

Post a Comment